Tuhan, Tolong Kayakan Aku!

Published by

on

Sebenarnya, aku tidak ingin menulis ini. Tapi, karena satu kejadian pagi tadi yang membuat kepikiran dan bikin hati ingin menangis, makanya aku memilih menuliskan ini, sekalian mengurangi tekanan batin.

Ini bukan tentang kisahku, tapi tentang seorang ibu rumah tangga yang lanjut usia yang kebetulan cukup ku kenal selama 4 tahun ini, sebut saja namanya ibu NL. Sedikit cerita tentang beliau, usia ibu NL kurang lebih 60 tahunan, penderita diabetes dengan luka borok yang telah diobati di salah satu kakinya, meskipun efeknya bikin beliau jalan sedikit pincang. Menurut cerita dari sekitarnya, dulu beliau adalah keluarga berada. Suaminya seorang PNS di salah satu instansi pusat. Hidup yg mewah, adalah makanan sehari-hari mereka. Mungkin karena terbiasa dengan kehidupan mewah, mereka jadi lupa berinvestasi, terutama dalam hal pendidikan anak-anaknya. Selepas suaminya pensiun, perlahan kehidupan mereka mulai jatuh.

Sebelum sakit, suaminya bekerja sebagai pemulung plastik dan botol bekas di sekitar perumahan. Karena sudah tua dan keterbatasan fisik, beliau tidak mampu berjalan jauh. Namun, semenjak beliau sakit 2 tahun belakangan, beliau sudah tidak memulung lagi. Beliau punya beberapa anak laki-laki, namun sayang semuanya hanya bekerja serabutan, bahkan ada yg menjadi tukang parkir. Bahkan, mereka dianggap seperti preman karena perangai mereka yang tempramen.

Orang bilang, apa yang kau masukkan ke dalam perut anakmu, bukan hanya menjadi daging, melainkan juga mempengaruhi perilaku dan keberkahan hidup anakmu kelak. Kata orang di sekitarnya, penghasilan yang suami Ibu NL dapatkan selama bekerja, kemungkinan besar tidak berkah alias YTTA-lah. Gak mau suudzon.

Lanjut tentang Ibu NL. Ibu NL ini terkenal suka berhutang kepada ibu-ibu di sekitarnya, termasuk ke ibu-ibu Majelis Taklim tempat beliau bergabung. Uang yang beliau pinjam digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Tapi karena keterbatasan pemasukan, beliau meminjam uang dari satu orang ke orang lain untuk menutupi hutangnya yang lama, alias gali lobang tutup lobang. Dalam kata lain, beliau meminjam untuk mengisi perut anak cucunya, bukan untuk gaya hidup. Bisa dibilang, Ibu NL ini sudah masuk ke dalam kategori Fakir Miskin yang memang harus dibantu, terlepas dari anak-anaknya. Saat ini, meskipun sakit, ibu NL bekerja dengan gaji yg bisa dibilang jauh dari cukup untuk kebutuhan sehari-harinya.

Sampai tadi pagi, Ibu NL mendatangi bendahara Majelis Taklim untuk meminjam sejumlah dana milik Majelis Taklim, yang notabene jumlah yang ingin beliau pinjam sangat kecil. Aku yang kebetulan berada disitu, tahu betul kenapa beliau tidak ingin meminjam langsung dana pribadi si bendahara, karena beliau tahu pasti akan menerima penolakan. Ini bukan pertama kalinya beliau meminjam dana MT, sudah beberapa kali dan semuanya kembali sesuai janji beliau. Bu Nl berjanji akan mengembalikan dana tersebut dua hari lagi, dikarenakan dua hari lagi beliau gajian.

Alih-alih mendapat pinjaman seperti biasanya, yang ada beliau malah mendapat penolakan dari sang Bendahara. Bendahara tersebut menolak meminjamkan dana ke ibu NL tanpa alasan yang jelas. Si Bendahara malah menyuruh ibu NL meminta izin terlebih dahulu ke Ketua MT. Tapi, bukan penolakan itu yang membuat sesak, tapi kata-kata si bendahara ke ibu NL. “Tidak ada jaminan dalam 2 hari, siapa tau duluan ki berpulang sebelum dibayar”.

Aku, yang mendengar ucapan itu saja pengen nangis karena nyesek, Bagaimana dengan perasaan bu NL, yang ketika mendengar ucapan itu cuman bisa tersenyum dan meminta maaf, lalu pamit undur diri. Selepas kepergian Bu NL, aku cuman bisa terdiam, rasanya hatiku sakit mendengar ucapan si Bendahara ke bu NL. Ingin rasanya membantu bu NL, tapi apa daya danaku saat ini sisa 100k, sementara popok anakku sudah habis dan bahan makanan untuk anak dan suami juga sudah habis, sementara gajian suami masih lama dan komisiku baru cair 3 hari lagi.

10 menit kemudian, aku mendengar percakapan si Bendahara yang menelpon Ketua MT. Dia menceritakan tentang Bu NL yang datang menemuinya. Dia bahkan meminta Ketua MT untuk tidak memberi izin kepada bu NL untuk meminjam dana MT. Bahkan dari nada bicaranya pun sungguh sangat meremehkan bu NL. Aku cuman tertawa miris melihat kelakuan si Bendahara. Mungkin dia sudah lupa kalau dia pernah berada di posisi Bu NL. Padahal, jika dia mau berbaik hati, dia bisa saja meminjamkan dana pribadinya untuk membantu bu NL. Apalagi, seminggu belakangan, si bendahara lagi banyak2nya belanja hal-hal yang bisa dibilang sangat mubazir alias tidak terpakai alias cuman lapar mata. Bisa dibilang, jumlah yang ingin bu NL pinjam tidak sampai seperempatnya. Si bendahara ingin mengobrol denganku tentang bu NL, tapi aku memilih menjauh dan pura-pura sibuk ngerjain hal lain.

Dari kejadian ini, aku hanya tertawa miris sekaligus rasanya ingin nangis. Apalagi setelah tahu kalau bu NL sama sekali tidak menemui ketua MT, padahal jarak rumah beliau hanya 3 rumah dari rumah ketua MT. Sepertinya bu NL cukup tau diri, apalagi setelah mendengar ucapan si Bendahara. Ironi sekali rasanya, mengingat sehebat apa ibadah orang-orang ini, tapi memperlakukan teman sendiri seperti itu. Mereka terlalu sibuk mengenyangkan perut orang-orang kaya, sementara tetangganya yang kelaparan mereka lupa.

Semenjak kejadian bu NL tadi pagi, hingga detik ini doaku terus menerus, “Ya, Allah kayakan aku! Kayakan aku!”

Aku ingin kaya Ya Allah, bukan karena ingin hidup bergelimang harta dan beli apapun yang aku mau. Bukan itu, karena semua itu sudah pernah aku rasakan sedari kecil. Aku ingin kaya, seperti ibuku dulu, seperti ibuku yang punya belas kasih tinggi tanpa memandang bulu. Aku ingin kaya, karena tak ingin lagi melihat orang-orang seperti bu NL, yang tersenyum dibalik penolakan yang pahit. Aku ingin berkecukupan seperti ibuku dulu, yang tidak pernah membiarkan keluarga ataupun tetangganya kelaparan, bahkan hingga kini, disaat beliau tidak lagi bermateri.

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.